LINTAS BLORA, BLORA- Pagi ini, disebuah warung kopi ditengah lahan Perhutani yang teduh, Penulis berbincang-bincang dengan kang Heri Toers, yaitu seniman juga sejarawan asal Cepu.
Beliau adalah pengasuh Sanggar Teater “Suket” dan sering melakukan perjalanan menggali sejarah dengan laku spiritual ataupun mengumpulkan saksi lisan demi mendapat fakta sejarah, termasuk mengumpulkan hipotesa dari manuskrip, naskah lontar sejarah.
Tak luput juga topik Arya Penangsang dan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) juga menjadi tema perbincangan kami. Selama ini cerita yang menjadi pijakan masyarakat umum adalah berasal dari Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Pangeran Karanggayam atas perintah Joko Tingkir setelah naik tahta dan hingga saat ini dipercaya sebagai kitab sejarah tanah Jawa.
Bagaimanapun, Babad adalah Pujasastra yang dibuat sebagai legitimasi sang penguasa. Disitu tersurat banyak kejadian tertulis sepenggal yang tujuannya untuk memutihkan semua hitamnya Joko Tingkir. Dan sebagai pihak yang kalah, Arya Penangsangpun dihitamkan dari sejarah , Kang Heri Toers bercerita dengan sudut pandang lebih obyektif mengenai perselisihan Kerajaan Jipang dan Pajang , termasuk muatan-muatan politik sampai terjadinya perselisihan itu. Beliau membuka wawasan tentang Kesultanan Demak sebagai kekhalifahan Islam di tanah Jawa sampai runtuhnya kekhalifahan dengan dibubarkannya Dewan Wali (Waliyyul Amri) setelah Jaka Tingkir berkuasa. Juga tentang karir politik Joko Tingkir di Kesultanan Demak yang berawal dari pengawal kerajaan, menjadi menantu keluarga Kesultanan Demak sampai bisa naik tahta. Padahal ada pewaris tahta Demak yang sah, yaitu Arya Penangsang, cucu dari Raden Patah (Sultan Demak).